Heboh Kasus Timah, DPR Desak Jokowi Bentuk Satgas Tambang Ilegal

by

Jakarta – Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera membentuk Satgas Terpadu Pemberantasan Tambang Ilegal.

Hal itu dilakukan untuk mengantisipasi merebaknya kembali kasus korupsi pertambangan dengan nilai kerugian negara yang begitu fantastis.

Mulyanto meminta Jokowi untuk tidak menunda-nunda pembentukan Satgas ini, karena Indonesia sudah masuk kategori darurat tambang ilegal. Hampir setiap tahun merebak kasus ini.

Menurut dia, sebelum praktik korupsi ini semakin merajalela dan tambang di Indonesia benar-benar hancur, maka selayaknya Presiden segera membentuk Satgas Terpadu Pemberantasan Tambang Ilegal tersebut.

“Draft-nya kan sudah lama masuk ke kantor Presiden, harusnya bisa segera dibentuk kalau Pemerintah memang sungguh-sungguh ingin memberantas pertambangan ilegal. Karena kasus tambang ilegal ini sudah sampai pada level darurat,” kata Mulyanto dalam keterangan tertulis, Kamis (4/4/2024).

Ia menyebut kasus korupsi pertambangan sudah bersifat terstruktur, sistematis dan masif (TSM). Karena itu, penanganannya harus terpadu melibatkan semua unsur aparat penegak hukum (APH).

“Yang akan dihadapi satgas itu adalah mafia kelas berat, maka untuk menindaknya perlu dukungan politik dan kelembagaan yang kuat. Pemerintah tidak bisa setengah-setengah,” tegasnya.

Mulyanto menambahkan, berdasarkan temuan kasus korupsi timah di Babel dan korupsi nikel di Konawe, terlihat bahwa praktik korupsi pertambangan tersebut terjadi secara berjamaah dan berlangsung selama bertahun-tahun. Ini tentu karena ada aktor intelektual dan beking yang kuat.

“Ini tentu karena mereka memiliki jaringan dan beking yang sangat kuat. Kalau tidak mana mungkin tindakan tercela ini dapat berlangsung selama bertahun-tahun dengan aman, dan naasnya ini terjadi bukan hanya pada komoditas timah, tetapi juga komoditas batu bara dan nikel,” ujarnya.

Kasus tambang nikel ilegal di Blok Mandiodo, yang merebak enam bulan lalu di Konawe, Sulawesi Tenggara, telah merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun dan menjerat para pejabat kementerian setingkat Direktur Jenderal.

“Karenanya Presiden harus punya Satgas yang kuat untuk menghadapinya,” terang Mulyanto.

Mulyanto pesimistis Satgas tersebut dapat segera terbentuk, melihat lambatnya kerja pemerintah selama ini, apalagi sekarang usia Pemerintah tinggal seumur jagung.

Karenanya, Mulyanto mendesak pemerintahan yang akan datang menjadikan masalah ini sebagai pekerjaan rumah super prioritas, yang dibuktikan di 100 hari kerja pertama mereka. (CNBC Indonesia/mj)

No More Posts Available.

No more pages to load.