Pemerintah Cuma Bisa Dorong Industri Media Massa Temukan Model Bisnis Baru di Tengah Gempuran Digital dan Badai PHK

by

Sejauh ini, pemerintah hanya bisa mendorong agar industri media massa kiranya dapat menemukan model bisnis baru di tengah gempuran teknologi dan badai PHK yang kini sedang terjadi.

Menurut Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria,  pelaku industri media dan insan pers perlu segera menemukan model bisnis baru itu, demi menjaga keberlanjutan jurnalisme profesional di tengah dominasi platform digital dan perubahan pola konsumsi informasi masyarakat.

Dalam pernyataan tertulisnya — bertepatan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia yang jatuh pada 3 Mei — Nezar menyampaikan pentingnya media beradaptasi dengan tantangan era digital. Ia menegaskan bahwa ketergantungan pada pola bisnis lama tidak lagi relevan di tengah derasnya arus informasi di media sosial dan kemunculan teknologi baru seperti artificial intelligence (AI).

“Bagaimana mencari model bisnis baru buat pers saat ini supaya bisa tumbuh kuat, sehat, dan bisa menjalankan tugasnya sebagai pilar keempat demokrasi,” ujar Nezar.

Ia menilai bahwa kerja sama dan kolaborasi menjadi kunci dalam menghadapi tantangan besar, seperti penyebaran hoaks, misinformasi, dan disinformasi yang masif di ruang digital. Selain itu, munculnya teknologi AI menurut Nezar bisa menjadi peluang maupun ancaman, tergantung bagaimana media menyikapinya secara strategis.

Sebagai bentuk dukungan konkret, pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Digital dalam Mendukung Jurnalisme Berkualitas. Regulasi ini bertujuan menciptakan ekosistem digital yang lebih seimbang antara media dan platform digital besar.

“Pemerintah mencoba menyeimbangkan hubungan antara media dengan platform, itu sebabnya kita berharap ini bisa dijalankan agar media bisa bertahan di tengah gempuran teknologi,” imbuh Nezar.

Nezar juga menyoroti maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor media, yang kini menjadi fenomena global. Di Amerika Serikat, lebih dari 15.000 pekerja media diberhentikan sepanjang 2024 dan tren itu diperkirakan terus berlanjut pada 2025. Kondisi serupa turut terjadi di Indonesia, di mana sejumlah perusahaan media harus melakukan efisiensi akibat penurunan pendapatan iklan dan tekanan digital.

Ia menekankan bahwa eksplorasi terhadap model bisnis baru sangat diperlukan. “Pilihan kita adalah apakah tetap mandiri keluar dari ketergantungan platform, atau berkolaborasi untuk membangun hubungan bisnis yang lebih sehat dan berkelanjutan,” kata Nezar.

Kondisi ini, menurutnya, menjadi alarm bagi seluruh pemangku kepentingan di industri media untuk melakukan transformasi secara menyeluruh. Upaya seperti diversifikasi pendapatan, kolaborasi strategis, hingga pemanfaatan teknologi secara adaptif menjadi langkah penting untuk memastikan jurnalisme berkualitas tetap hidup di era digital yang terus berubah.***

No More Posts Available.

No more pages to load.